Sabtu, 29 Agustus 2015

KEBUDAYAAN NEGARA JERMAN




Kehidupan budaya di Jerman mempunyai banyak segi. Terdapat sekitar 300 teater tetap dan 130 orkes profesional antara Flensburg di utara dan Garmisch di se latan. 630 museum seni rupa dengan koleksi serbaneka yang bertaraf tinggi menurut ukuran internasional membentuk jaringan museum yang unik. Seni lukis muda juga sangat hidup di Jerman dan telah mendapat tempat di dunia internasional. Dengan sekitar 94.000 judul buku baru yang diterbitkan atau dicetak ulang tiap tahun, Jerman juga tergolong negara perbukuan yang besar. 350 judul surat kabar harian dan ribuan judul majalah membuktikan perkembangan dunia media yang baik. Sukses baru juga tercatat oleh produksi film – tidak hanya di bioskop Jerman, melainkan di berbagai negara di dunia.

Bahasa Jerman tergolong ke-15 bahasa Germanika, suatu rumpun dalam kelompok bahasa Indogermanika. Bahasa Jerman merupakan bahasa ibu yang paling banyak penuturnya dalam Uni Eropa (UE) dan termasuk kesepuluh bahasa yang paling banyak dipakai di dunia: Sekitar 120 juta orang memakainya sebagai bahasa ibu. Sesudah bahasa Inggris, bahasa Jerman menempati posisi kedua sebagai bahasa asing di Eropa. Dewasa ini terdapat kurang lebih 17 juta orang di segala penjuru dunia yang belajar bahasa Jerman di institusi atau di sekolah. Kementerian Luar Negeri mendukung pengajaran bahasa Jerman di mancanegara, yang diserahkan kepada organisasi perantara: Goethe-Institut menawarkan kursus bahasa Jerman di 127 kota di 80 negara. Atas tugas Deutscher Akademischer Austausch dienst (DAAD) ditempatkan 440 dosen pada perguruan tinggi di 102 negara. Badan pusat untuk perguruan di luar negeri (ZfA) mengurus 135 Sekolah Jerman dan sekitar 1.900 guru Jerman yang mengajar di mancanegara. Usaha untuk memantapkan kedudukan bahasa Jerman sebagai bahasa asing di luar negeri dilancarkan oleh Kementerian Luar Negeri melalui proyek “Sekolah: Mitra Masa Depan” (PASCH). Tujuannya menciptakan jaringan yang terdiri dari 1.500 sekolah mitra.
Negara pujangga dan pemikir. Goethe orang Jerman, begitu pula Bach dan Beethoven. Walau begitu tidak tampak adanya kompetensi kultural pada Jerman sebagai nasion berbudaya. Kebudayaan adalah urusan negara bagian, begitulah ketetapan dalam konstitusi. Mengapa urusan kebudayaan di Jerman merupakan hal yang tidak dapat atau tidak perlu ditangani oleh seluruh bangsa? Sejak era Kaisar Wilhelm pada akhir abad ke-19, kebudayaan Jerman sebagai ungkapan nasion Jerman sudah dicurigai sebagai keangkuhan. Musibah nasionalsosialisme kemudian mencetuskan orientasi baru yang dilaksanakan secara konsekuen. Seusai Perang Dunia II, orang menyadari bahwa Jerman hanya dapat kembali ke komunitas bangsa sedunia apabila dihindarinya kesan adanya semangat budaya nasional yang berlebihan. Dengan mempertimbangkan hal itu juga, pada saat pendirian Republik Federal Jerman tahun 1949 orang mengingat tradisi federalistis dan menyerahkan kewenangan budaya kepada negara bagian. Baru sejak tahun 1999 terdapat menteri negara kebudayaan dan media pada Kekanseliran Federal. Sejak waktu itu ada satu dan lain urusan budaya yang kembali diang gap sebagai hal yang menyangkut seluruh bangsa. Bantuan untuk perfilman diatur kembali pada tingkat federal, Yayasan Budaya Federal pun didirikan. Berlin kian berkembang menjadi magnet bagi kelas kreatif dan tempat bercampur-baurnya aneka kebudayaan. Museum-museumnya mencerminkan seluruh sejarah umat manusia. Memorial Holocaust menguji kesanggupan bangsa Jerman untuk menghadapi sejarahnya. Secara mengesankan dibuktikannya bahwa politik ke budayaan nasional telah menjadi kebutuhan pada abad ke-21. Di lain pihak, federalisme kebudayaan membangkitkan ambisi negara bagian. Politik kebudayaan memajukan lingkungan setempat. Contohnya daerah Ruhrgebiet di negara bagian Nord rhein-Westfalen, yang dahulu dihuni oleh buruh tambang dan buruh pabrik baja. Sejak bertahun-tahun Ruhrgebiet mengubah wajahnya menjadi daerah budaya. Sebagai “Ibu Kota Budaya Eropa Ruhr 2010” diperlihatkannya, bagaimana lingkungan kreatif dapat membuka jalan ke masa depan.

SASTRA


Jerman negara buku: Dengan hampir 95.000 judul buku baru dan cetakan ulang per tahun, Jerman termasuk negara besar penghasil buku di dunia. Pekan Raya Buku Internasional Frankfurt yang diselenggarakan setiap bulan Oktober tetap menjadi ajang pertemuan terbesar bagi penerbit internasional. Di samping itu Pekan Raya Buku lebih kecil yang dilaksanakan pada musim semi di Leipzig telah menjadi tenar sebagai pesta pembaca. Sejak reunifikasi Berlin menempatkan diri sebagai pusat sastra dan kota penerbit internasional (antara lain Suhrkamp-Verlag, Aufbau Verlag) yang menghasilkan sastra metropolitan yang memikat, yaitu sastra yang tidak ada lagi di Jerman sejak berakhirnya Republik Weimar. Tak ada orang yang dapat memastikan bahwa buku-buku yang dibeli memang dibaca juga. Akan tetapi kegemaran membaca memang tidak berkurang, di zaman internet sekalipun. Publik berjubel untuk menghadiri festival seperti LitCologne di Köln, Poetenfest di Erlangen dan sejumlah festival lain. Biar begitu hanya sejumlah kecil pengarang yang karyanya mencapai tiras jutaan eksemplar di pasaran buku Jerman. Pada dasawarsa pertama abad ke-21, nama pengarang yang meraih sukses di dunia internasional menempati urutan pertama di daftar “bestseller”. Termasuk di antaranya Joanne K. Rowling, Dan Brown, Ken Follet dan Cornelia Funke, penulis buku anak-anak Jerman. Hanya satu dua di antara buku yang teksnya bernilai sastra berhasil menempati peringkat utama. Termasuk di antaranya, di samping buku laris karya Daniel Kehlmann “Die Vermessung der Welt” (Pengukuran Bumi - 2006), roman karangan Charlotte Roche “Feuchtgebiete” (Daerah Lembap - 2008) yang menimbulkan diskusi mengenai seksualitas dan citra peran perempuan. Terungkap oleh diskusi yang ramai itu, bahwa sastra tetap dapat membahas tema yang relevan bagi masyarakat umum, walaupun sifat temanya pribadi dan kurang berbau politik.
Sejak dilembagakannya Deutscher Buchpreis (Hadiah Perbukuan Jerman) untuk novel terbaik pada tahun 2005, yang mencontohkan Booker Prize di Inggris atau Prix Goncourt di Perancis, diperoleh sukses juga dalam memasarkan sastra bermutu di kalangan luas. Selain hadiah uang, pemenang Deutscher Buchpreis memperoleh juga tiras tinggi untuk karyanya serta perhatian media. Kisah keluarga karangan Julia Franck “Die Mittagsfrau” (Sang Perempuan Tengah Hari - 2007), epos mengenai keruntuhan RDJ setebal hampir seribu halaman tulisan Uwe Tellkamp “Der Turm” (Menara - 2008) dan roman berciri autobiografi oleh Kathrin Schmidt “Du stirbst nicht” (Kau Tak Akan Mati – 2009) termuat di daftar buku laris selama berbulan-bulan. Walaupun beberapa sastrawan terkemuka dari masa pascaperang masih tetap berkarya, seperti penerima Hadiah Nobel untuk Sastra Günter Grass, dan juga Martin Walser, Hans Magnus Enzensberger dan Siegfried Lenz, namun buku baru mereka kurang memberi impuls dari segi bentuk bahasa. Setelah masa pascaperang dengan karya yang kaya akan inovasi estetis, dan sastra tahun 1970-an yang ditandai oleh analisis sosial serta oleh eksperimen kebahasaan dan bentuk, sekitar pergantian milenium dapat kita lihat gerakan kembali kepada bentuk cerita tradisional, kepada kisah yang diceritakan dengan kesederhanaan yang halus (Judith Hermann, Karen Duve). Di samping hasil seni bercerita muncul karya yang bereksperimen dengan bentuk (Katharina Hacker), tulisan para penyeberang batasan budaya yang bermain dengan aneka  bentuk sastra (Feridun Zaimoglu, Ilija Trojanow), atau kekuatan ekspresi yang tidak tersentuh oleh mode apapun dari Herta Müller asal Rumania. Setelah dianugerahi Hadiah Nobel untuk Sastra 2009, karyanya diperhatikan juga di luar kalangan pencinta sastra.
Pada waktu yang sama batas yang dahulu ditarik antara sastra tinggi dan buku fiksi bersifat hiburan semakin kabur. Pada pengarang muda dan setengah baya jarang ditemukan sikap bercampur tangan dalam urusan politik atau moral. Namun dalam apa yang kelihatan seperti gerak mundur ke dalam urusan pribadi justru dibahas tema-tema yang sejak dahulu kala diutamakan oleh sastra: Bagaimana cara perorangan menghadapi tuntutan dan tantangan oleh masyarakat? Bagaimana dampak keadaan ekonomi yang mendominasi dunia bagi individu? Dilihat dari sudut ini, hal pribadi dalam sastra kontemporer tak terlepas dari urusan politik juga.

TEATER



Di mancanegara dunia teater Jerman tidak jarang dicap sebagai ribut dan dilanda narsisme. Akan tetapi di belakangnya terdapat sistem yang sering dikagumi. Kota madya pun memiliki gedung pertunjukan untuk ketiga jenis seni panggung (sandiwara, opera, balet) yang menarik dari segi artistik. Sebagian besar di antaranya tergolong tipe teater repertoar, berarti daftar pertunjukannya mencakup beberapa karya pentas yang biasanya dibawakan oleh ansambel tetap. Secara keseluruhan terbentuk semacam panorama teater, sebuah jaringan rapat yang terdiri dari teater milik negara bagian dan kota, teater keliling dan teater swasta. Sumbangan masyarakat Jerman bagi teater cukup besar: bentuknya gagasan, perhatian dan subsidi. Banyak orang menganggap panggung-panggung sebagai hal mewah, mengi ngat pendapatan teater dari karcis masuk pada umumnya hanya mencapai sepuluh atau lima belas persen dari pengeluarannya. Akan tetapi sistem subsidi telah melewati titik kulminasi dalam perkembangannya dan sedang berada dalam tahap yang sulit, karena seni suka diukur dengan prasyarat materinya.
Peter Stein, tokoh unik dalam teater Jerman, adalah “sutradara kelas dunia” yang berbeda dari pengarah pementasan lain dengan menciptakan karya yang dapat dikenali melalui kontinuitas pengulangan motif, tema dan pengarang. Gaya pe­nyutradaraannya mengutamakan teks. Antara angkatan seniman yang berteater sekarang dan tokoh seperti Peter Stein, Claus Peymann, direktur artistik Berliner Ensemble, atau Peter Zadek († 2009) terbentang jarak yang jauh. Perbendaharaan kata yang dipakai generasi mereka itu tidak cocok lagi untuk teater kontemporer. Pengertian seperti mencerahkan, mengajari, menelanjangi atau bercampur tangan berkesan usang. Penonton pun tak dapat dikagetkan lagi, provokasi di atas panggung biasanya berlalu tanpa sahutan dan sering tidak lebih daripada serangan terhadap klise usang yang dilancarkan dengan rutinitas. Teater angkatan muda tidak lagi mau menjadi “avant-garde”, melainkan mencari bentuk ekspresi tersendiri. Berkenaan dengan tren ini jumlah pertunjukan perdana karya dramawan kontemporer meningkat secara tajam sesudah pergantian abad. Terlepas dari mutunya yang sangat bervariasi, pementasan tersebut menunjukkan seluruh kebinekaan bentuk seni pertunjukan; drama tradisional bercampur dengan pantomim, tari, proyeksi cuplikan film dan musik menjadi paduan yang selalu baru. Tidak mengherankan kalau pementasan yang gayanya sering terbuka dan bersifat improvisasi itu umumnya disebut “instalasi dramatis” atau “adaptasi untuk panggung”.
Frank Castorf, kepala teater Freie Volksbühne Berlin, yang membiarkan teks sandiwara diutak-atik dan disusun kembali sesukanya menjadi salah seorang yang diteladani oleh generasi muda sutradara itu. Nama Christoph Marthaler dan Christoph Schlingensief juga menandai pandangan baru mengenai seni panggung dan pencarian kemungkinan ekspresi baru yang sesuai dengan globalisasi kapitalisme dan kehidupan yang didominasi oleh media elektronis. Michael Thalheimer diang gap sebagai ahli untuk tema yang sulit yang mengupas perso alan dengan melihat intinya. Armin Petras, Martin Kusej atau René Pollesch telah menciptakan bentuk pementasan yang meng utamakan gaya: cara bercerita tradisional dengan berpegang pada teks terasa agak asing bagi mereka. Terhadap sikap itu selalu diutarakan kritik, kritik yang seolah-olah membuktikan bahwa dunia teater penuh hidup, biarpun tidak sejiwa.
Teater sanggup bereksistensi terus meskipun ada penghancur karya drama seperti Frank Castorf, dan pada waktu yang sama dapat disorakinya interpretasi kesutradaraan teliti yang mengutamakan kesanggupan para aktor. Kebinekaan yang diperagakan setiap tahun oleh Pertemuan Teater Berlin dapat ditafsirkan di satu pihak sebagai ungkapan rasa bingung yang bertambah kuat, namun di lain pihak sebagai tanggapan de ngan beraneka suara atas persoalan yang muncul dalam realitas masyarakat yang serba kompleks. Publik yang berperhatian 
penuh akan memperoleh manfaat dari kebinekaan tersebut yang selalu memberi kunci baru untuk memahami teks yang seolah-olah sudah dikenal. Terserah apakah kebinekaan itu membingungkan, menjengkelkan atau menghibur kita, selalu diciptakannya gambaran baru mengenai hidup kita.

MUSIK


Nama baik Jerman sebagai negara musik yang penting tetap terkait dengan nama penggubah seperti Bach, Beethoven, Brahms, Händel dan Richard Strauss. Mahasiswa datang dari seluruh dunia untuk belajar di perguruan tinggi musik, pencinta musik mengunjungi festival-festival – dari Festival Wagner di Bayreuth sampai Donaueschinger Musik tage untuk musik kontemporer. Di Jerman terdapat  80 teater musik yang dibiayai oleh dana publik, yang terkemuka di antaranya gedung opera di Hamburg, Berlin, Dresden dan München serta di Frankfurt am Main, Stuttgart dan Leipzig. Orkes Fil harmoni Berlin pimpinan dirigen Inggris terkenal Sir Simon Rattle dianggap sebagai yang terbaik di antara sekitar 130 orkes di Jerman. Kelompok “Ensemble Modern” di Frankfurt memajukan produksi musik kontemporer dengan mementaskan sekitar 70 karya baru per tahun, di antaranya 20 pagelaran perdana. Di samping dirigen yang dikenal di dunia internasional seperti Kurt Masur atau Christoph Eschenbach ada pemimpin orkes yang menonjol di generasi lebih muda, yaitu Ingo Metzmacher dan Christian Thielemann. Penyanyi dan pemain instrumen yang tergolong paling baik di dunia adalah Waltraud Meier, soprano, Thomas Quasthoff, bariton, dan pemain klarinet Sabine Meyer. Pemain biola Anne-Sophie Mutter tampil di muka publik yang sangat besar dan yang tidak selalu menikmati musik klasik saja. Violinis inilah yang menjadi bintang Jerman di dunia musik.
Sejak pertengahan abad ke-20, perkembangan musik kontemporer di dunia ikut ditentukan oleh pelopor-pelopor musik elektronis seperti Karlheinz Stockhausen († 2007) dan antipodenya yang mempertahankan tradisi, komponis opera Hans Werner Henze. Dewasa ini musik kontemporer memadukan beberapa gaya: Heiner Goebbels menghubungkan musik dengan teater, Helmut Lachenmann menelusuri kemungkinan ekspresi instrumen sampai ke batas ekstrem. Wolfgang Rihm menunjukkan kemungkinan perkembangan ke arah musik yang lebih mudah dipahami.
Di sisi lain spektrum musik ada penyanyi pop Herbert Grönemeyer yang tahu semangat zaman dan suasana hati peng gemarnya. Sejak bertahun-tahun diraihnya sukses dengan lagu-lagu berbahasa Jerman. Grup musik punkrock “Die Toten Hosen”, formasi heavy metal “Rammstein” dan grup remaja “Tokio Hotel” juga tergolong kategori superstar Jerman. Selama beberapa tahun terakhir ini, seniman seperti penyanyi Xavier Naidoo (“Söhne Mannheims”) berhasil dengan mengacu pada gaya soul dan rap Amerika Serikat. Khususnya sebagai pembawa jenis musik ini ditemukan banyak pemusik muda yang berasal dari keluarga migran dan yang berhasil menjadi bintang, di antaranya Laith Al-Deen, Bushido, Cassandra Steen dan Adel Tawil. Sukses grup musik “Wir sind Helden” dari Berlin akhir-akhir ini menimbulkan gelombang pendirian grup musik Jerman muda. Pendirian “Akademi Pop” di Mannheim memperlihatkan kemauan politik untuk meningkatkan daya saing musik pop Jerman.
Dalam hal klub musik pun Jerman dapat membang gakan banyak lokasi tenar, terutama di kota besar seperti Berlin, Köln, Frankfurt am Main, Stuttgart dan Mannheim. De ngan adanya tren disko pada tahun 1970-an, rap/hiphop tahun 1980-an dan gaya techno tahun 1990-an, para DJ beremansipasi menjadi seniman nada dan produsen. Melalui teknik scratching, sampling, remix dan pemakaian komputer, piringan hitam berubah menjadi bahan baku untuk metamusik yang dapat diubah sesuka hati. Dua mahabintang klub musik pun datang dari Jerman, yaitu Sven Väth yang dijuluki “Godfather of Techno” dan Paul van Dyk.

PERFILMAN


Menjelang pergantian milenium muncul karya ceria yang membangkitkan dunia perfilman Jerman: “Lola rennt” (Lola Berlari, 1998) karya Tom Tykwer. Film komedi eksperimental mengenai Lola, si gadis berambut merah, mengenai nasib, cinta dan hal- hal kebetulan mencerminkan perasaan hidup di akhir tahun sembilan puluhan. Perjuangan Lola yang nekad berlari melin tasi Berlin dengan melawan waktu diartikan di seluruh dunia sebagai kiasan ketergesaan zaman kita. Dengan “Lola rennt”, sutradara Tom Tykwer mendobrak pintu ke dunia perfilman internasional. Fase kemajuan untuk film Jerman dimulai. Untuk pertama kali sejak era apa yang disebut “film pencipta” dan masa berkaryanya tokoh Rainer Werner Fassbinder († 1982), pengamat di luar negeri kembali memperhatikan film Jerman yang meraih sukses internasional. Pada tahun 2002, Caroline Link menerima Hadiah Oscar untuk “Nirgendwo in Afrika”, trofi yang sama diraih 2007 oleh Florian Henckel von Donnersmarck untuk film perdananya “Das Leben der Anderen”. Festival Film Cannes pada tahun yang sama memberikan hadiah untuk skenario terbaik serta hadiah istimewa kepada Fatih Akin untuk film “Auf der anderen Seite”.
Pada awal milenium baru, sineas Jerman meraih sukses yang tak tersangka dengan film jenis komedi – seperti “Die fetten Jahre sind vorbei” (2004) karya Hans Weingartner. Sebaliknya, perhatian menjelang akhir dasawarsa pertama difokuskan pada film yang berbobot. Namun tema-tema tidak berubah. Film jenis tragikomedi “Good Bye, Lenin!” (2003) diputar dengan sukses di 70 negara lebih, sebab diperlihatkannya juga kegagalan sosialisme. Film karya Donnersmarck “Das Leben der Anderen” (2007) bertemakan kehidupan warga Jerman Timur di bekas RDJ di bawah pengawasan dinas rahasia Stasi.
Dengan nada berat yang mencekamkan, Fatih Akin, warga Hamburg bernenek moyang Turki, menggambarkan kehidupan di Jerman. Dalam drama “Gegen die Wand” (2004) yang antara lain meraih hadiah Goldener Bär pada Festival Film Berlin, Akin memaparkan kisah cinta dua insan Jerman-Turki dan keterombang-ambingan mereka antara dua kebudayaan. Presisi cerita film itu berkesan menyakitkan, tetapi tidak ce ngeng. Pada tahun 2007, dalam drama “Auf der anderen Seite” (Di Seberang), digambarkannya kisah enam orang di Jerman dan di Turki yang nasibnya saling bertautan. Juri Hadiah Film Jerman memberi empat penghargaan sekaligus untuk karya itu. Dengan “Soul Kitchen” (2009), Akin mengungkapkan apresiasinya untuk kota Hamburg, kali ini dalam bentuk komedi.
Film-film Jerman berhasil, karena ceritanya yang bersifat nasional dan penggarapan sinematografis dari cerita itu mem bahas tema universal. Namun materi yang diolah oleh para pembuat film, mereka angkat dari perkembangan dan perubahan di negara sendiri dan di jalan hidup masing-masing.

SENI RUPA


Sejak tahun 1990-an, seni lukis dan fotografi dari Jerman meraih sukses besar di dunia internasional. Apa yang disebut “keajaiban lukisan baru Jerman” dikenal di luar negeri sebagai “Young German Artists”. Para seniman berasal dari Leipzig, Berlin atau Dresden. Neo Rauch adalah wakil paling tenar dari “Mazhab Leipzig Baru”. Gaya mazhab tersebut ditandai oleh realisme baru yang berkembang – bebas ideologi – dari “Mazhab Leipzig” lama, yang termasuk lingkup seni rupa bekas RDJ. Lukisannya sering memperlihatkan orang-orang pucat yang seolah-olah menunggu sesuatu yang tak tentu. Motif itu dapat ditafsirkan sebagai pantulan keadaan di Jerman pada awal milenium baru. Apa yang disebut “Dresden Pop”, di antaranya Thomas Scheibitz, memetik unsur dari iklan dan dari estetika video dan televisi sambil bermain dengan estetika swakaji mengenai sini dan kini. Kebanyakan seniman generasi menengah menganggap pembahasan kritis mengenai nasionalsosialisme, seperti yang ditemukan dalam kar ya Hans Haacke, Anselm Kiefer dan Joseph Beuys, sebagai urusan masa lampau. Sebaliknya yang tampak di kalang an perupa ialah “kebatinan baru” serta penggarapan bidang-bidang pengalaman yang saling berbenturan: Karya-karya Jonathan Meese dan André Butzer mencerminkan depresi dan fenomena-fenomena obsesi; kedua perupa itu dianggap sebagai wakil “realisme neurotik”. Dengan karyanya “Mental Maps”, Franz Ackermann menggambarkan dunia sebagai desa global dan memperlihatkan musibah yang berlangsung di balik layar. Tino Sehgal menghasil kan karya seni yang eksistensinya terbatas pada waktu “performance”-nya dan yang tidak boleh direkam; ia mencari bentuk produksi dan bentuk komunikasi di luar batas ekonomi pasaran.
Besarnya perhatian kepada seni rupa di Jerman tercermin pula dalam pamerandocumenta yang diseleng garakan lima tahun sekali di Kassel sebagai pameran seni rupa aktual yang terkemuka di dunia; documenta 13 akan dibuka pada tanggal 9 Juni 2012. Berbeda dengan seni rupa – yang arti pentingnya digarisbawahi oleh pendirian sejumlah museum swasta baru – seni fotografi harus berjuang lama sampai diakui sebagai bentuk seni yang mandiri. Sebagai pelopor pada tahun 1970-an dikenal Katharina Sieverding dengan rangkaian potret dirinya yang menelusuri batas antara individu dan masyarakat. Terobosan terjadi pada tahun 1990-an dengan sukses yang diraih tiga murid dari Bernd dan Hilla Becher, pasangan suami istri fotografer: Dalam karya foto mereka, Thomas Struth, Andreas Gursky dan Thomas Ruff menimbulkan realitas mengilap yang me nyembunyikan sesuatu. Pengaruh kelompok ini terhadap corak fotografi internasional begitu besar sehingga mereka dinamakan “Struffsky” saja.

Sejarah Dinasti Joseon

Setelah menonton banyak film dan serial drama saeguk Korea, saya sangat tertarik mengetahui lebih dalam tentang sejarah negara tersebut. Menelusuri sejarah negara ini tidak begitu sulit karena sejarah Korea telah didokumentasikan dengan sangat baik, arsip dan catatan sejarah mereka yang selamat dan tetap terjaga dengan baik, walaupun banyak juga yang hilang namun catatan sejarah kuno mereka yang selamat jauh lebih banyak daripada catatan sejarah kuno Indonesia yang selamat. Selain berusaha untuk membagi informasi tentang awal dan akhir dari dinasti ini, saya juga tertarik untuk membahas tentang peristiwa-peristiwa terkenal yang dicatat oleh sejarah yang telah terjadi di Korea selama dinasti ini memerintah.

Saya ingin fokus untuk membahas tentang dinasti Joseon, dinasti terakhir di Korea. Dinasti Joseon di-dahului oleh dinasti Goryeo. Adapun urutan kerajaan-kerajaan yang pernah memerintah di Korea adalah Gojoseon (walaupun keberadaannya telah terbukti ada namun catatan sejarah tentangnya masih sangat minim), Goguryeo, Baekje, Shilla, Balhae, Goryeo, dan Joseon.

Sedangkan era-era dan dinasti-dinasti yang pernah berkuasa di Korea adalah era Gojoseon, era Tiga Kerajaan (Goguryeo, Baekje, dan Shilla), era Shilla Bersatu (setelah Shilla dibawah pemerintahan Raja Taejong Muyeol, atau yang dikenal dengan nama Kim Chun-chu, bersama dengan jedral terkenal Shilla, Jendral Kim Yu-shi, menyerang dan mengalahkan dua kerajaan lainnya), Dinasti Goryeo, dan Dinasti Joseon.
Dinasti Joseon adalah dinasti terakhir yang memerintah Korea, dinasti ini memerintah Korea selama lebih dari 500 tahun dengan ibukota di Hanyang atau Seoul. 
Wilayah timur, barat, dan selatan Joseon adalah hampir sama dengan wilayah Korea Selatan dan Korea Utara jika digabungkan namun wilayah paling utara Joseon lebih jauh dari sekarang yaitu mencapai Sungai Yalu dan Duman setelah berhasil mengalahkan suku Jurchen. 
Joseon juga merupakan Dinasti yang menganut ajaran Kongfusius terlama didunia. 

Awal-mula 

Dinasti Joseon terbentuk pada tahun 1392 dan berakhir pada tahun 1897 dengan raja pertamanya adalah Raja Taejo. Dinasti pendahulunya adalah Dinasti Goryeo, dengan raja terakhir Goryeo yaitu Raja Gongyang. Dinasti Goryeo adalah awal mula nama Korea (Goryeo-Koryeo-Korea). Nama 'Korea' diberikan oleh orang asing karena mereka jauh lebih mengenal Goryeo ketimbang Joseon yang memilih melakukan politik isolasi. Keramik ciri khas Goryeo juga jauh lebih disukai ketimbang keramik-keramik Joseon, sehingga nama Goryeo lebih diingat oleh orang asing ketimbang nama Joseon.
Perselisihan antara Lee Seong Gye (kelak menjadi Raja Taejo) dengan dinasti Georyo adalah penyebab keruntuhan dinasti Goryeo, namun penyebab paling krusial saat itu adalah lemahnya kerajaan Goryeo saat itu yang berada dibawah pengaruh dinasti Yuan dari China. Semua kebijakan kerajaan harus disetujui oleh dinasti Yuan. Beberapa raja sebelum Raja Gongmin dari Georyo juga memerintah sewenang-wenang, dan ketidakstabilan politik akibat kudeta dan perebutan takhta semakin melemahkan dinasti Georyo sehingga terjadi ketidakpuasan rakyat dan juga dari kalangan bangsawan oposisi. 
Jika anda pernah menonton drama seri Korea berjudul FAITH yang dibintangi oleh Lee Min-ho dan juga film The Frozen Flower yang dibintangi oleh Jo In-sung, Song Ji-hyo, Jo Sang-mo, Song Joong-ki, dan Im Jung-hwan, maka anda dapat memperoleh sedikit informasi tentang periode akhir dari dinasti Goryeo. 
Para Raja Joseon, pada periode-periode awal selama satu abad pertama, 1392-1494 (urutan nomor disesuaikan dengan urutan raja tersebut sebagai raja Joseon): 

1. Raja Taejo


Raja Taejo dalam lukisan resmi kerajaan
Lahir pada bulan Oktober tahun 1335. Beliau merupakan pendiri dinasti Joseon yang bertahta pada tahun 1392-1398. Beliau lahir dengan nama Yi Seong Gye (lalu mengganti namanya menjadi Yi Dan) dan berasal dari klan Yi dari Jeonju. Ayah Yi Seong Gye adalah Yi Ja-chun merupakan orang Korea yang menjadi pejabat kecil Mongol. Yi Seong Gye bergabung dengan pasukan Goryeo dan berangsur-angsur naik pangkat dan menjadi jenderal. Yi Seong Gye mendapatkan kekuasaan dan kehormatan selama akhir tahun 1370 dan awal tahun 1380 dengan mengalahkan bekas-bekas pasukan Mongol keluar dari semenanjung Korea dan juga mengusir bajak laut Jepang.
Yi Seong Gye kemudian mengkudeta Raja U dari Goryeo dan menggantinya dengan Raja Chang (Putra Raja U) yang lalu diturunkan juga dari tahta, dan diganti dengan raja boneka lainnya yaitu Raja Gongyang, yang kemudian digulingkan juga olehnya pada tahun 1392. Yi Seong Gye mengangkat dirinya menjadi Raja baru dengan nama Raja Taejo dan mendirikan dinasti baru yaitu dinasti Joseon (yang diambil dari nama kerajaan tertua di Korea yaitu Gojoseon), dan memindahkan ibukota dari Kaeseong ke Hanseong/Hanyang. 

Beliau diberi nama kuil, Taejo, dengan gelar berakhiran -jo karena dia bukan berasal dari keluarga kerajaan. Ada beberapa ketentuan dalam pemberial gelar pada raja-raja Joseon. Raja dengan gelar -jo menandakan bahwa dia bukan berasal dari keluarga raja, memiliki ibu seorang selir, ibunya berasal dari kalangan bangsawan rendah atau bahkan rakyat jelata, pernah dibuang keluar istana saat masih menjadi pangeran, dan sebagainya. Raja dengan gelar -jong menandakan bahwa dia adalah murni keturunan raja dan biasanya adalah putra dari Ratu, juga dia tidak pernah mengalami pengasingan. Inilah mengapa meskipun raja Injo tidak bergelar -jong namun putranya (raja Heonjong) diberikan gelar -jong. Dalam kasus lain yaitu keluarga raja Sukjong yang diberi nama kuil berakhiran -jong dan putranya, Raja Gyeongjong, juga diberi nama kuil berakhiran -jong (meskipun ibunya diturunkan dari jabatan ratu), namun putranya yang lain yang menggantikan Gyeongjong yaitu raja Yeonjo, diberi nama kuil berakhiran -jo karena ibu Yeonjo (Dong Yi) berasal dari rakyat jelata, demikian juga cucu Yeonjo, Raja Jeongjo, diberi nama kuil berakhiran -jo karena ibu beliau pernah dibuang keluar dari istana dan ayahnya, Putra Mahkota Sado dijatuhi hukuman mati.
Peristiwa-peristiwa yang terjadi di era Raja Taejo adalah: 
- Pengusiran keluarga kerajaan Goryeo yang kemudian sengaja ditenggelamkan dengan cara menabrakkan kapal berisi para anggota keluarga kerajaan ke karang. Ini pembantaian pertama di era Joseon. Cerita rakyat mengatakan, para anggota keluarga kerajaan Goryeo yang selamat akhirnya mengganti nama mereka dari Wang menjadi Ok (batu Jade), karena penulisan kedua nama itu dengan huruf kanji, hampir sama. 
- Pembunuhan sarjana terkenal, penyair dan negarawan Jeong Mong-ju yang tidak mau mengakui Taejo sebagai raja. 
- Pembunuhan Perdana Menteri Jo Do Hyeon dan dua putra Taejo dari mendiang Ratu Sindeok oleh putra Taejo lainnya, Yi Bang Won. Peristiwa ini dikenal dengan nama Perselisihan Pertama Para Pangeran. 
Taejo mengabdikasikan dirinya pada tahun 1398 karena syok oleh pertikaian putra-putranya. 
Raja Taejo wafat pada tanggal 24 Mei 1408 pada usia 73 tahun, di Istana Changdeok. Ia dimakamkan di Geonwonneung di kota Guri
Adapun film atau drama yang menampilkan Raja Taejo adalah Faith (hanya muncul sepintas saat dia masih anak-anak), drama Jeong Do-jeon (2014) dan beberapa film lain.
2. Raja Jeongjong
 
Raja Jeongjong lahir pada 1357 dengan nama Yi Bang Gwa (yang kemudian mengganti-nama menjadi Yi Gyeong). Ia merupakan putra kedua Raja Taejo, dan memerintah pada tahun 1399–1400. Ia merupakan seorang perwira militer yang bijaksana, murah hati, berani dan berbakat. Ia melarang adanya pasukan pribadi atas nasihat Yi Bangwon. 
Peristiwa yang terjadi pada jamannya adalah; 
- Pertikaian Kedua Para Pangeran, yaitu konflik antar kedua kakaknya yaitu Yi Bang Won dan Yi Bang Gan pada tahun 1400 yang berujung pada pembantaian. Pasukan Yi Bang-won menyerang dan mengalahkan pasukan Lee Bang-gan, dan Lee Bang-gan dikirim ke pengasingan bersama dengan keluarganya. Jenderal Bak Bo, yang menghasut Lee Bang-gan di eksekusi. 
- Raja Jeongjong juga sempat memindahkan kembali ibukota kerajaan pada 1399 ke Kaesong (bekas ibukota Kerajaan Goryeo). 
Raja Jeongjong kemudian menunjuk adiknya Yi Bang Won sebagai putra mahkota pada tahun 1400 dan mengabdikasikan dirinya beberapa hari kemudian. 
Ia wafat pada tahun 1419 di usia 62 tahun, dan dimakamkan di dekat Kaeseong.
3. Raja Taejong 


Raja Taejong lahir pada tahun 1367 dengan nama Yi Bang-won, dan bertahta pada tahun 1400-1418. Ia putra kelima Raja Taejo, dan memenuhi syarat sebagai seorang pejabat di Dinasti Goryeo pada tahun 1382. Ia dikirim ke Dinasti Ming Cina pada tahun 1388. Setelah keluar sebagai pemenang dalam konflik dengan salah satu kakaknya, Lee Bang Won di mahkotai sebagai putera mahkota dan di tahun yang sama yaitu tahun 1400, dia di angkat menjadi Raja menggantikan Raja Jeongjong. 
Salah satu tindakan pertamanya sebagai raja adalah menghapus hak-hak istimewa yang dinikmati oleh eselon atas pemerintah dan aristokrasi yang mempertahankan tentara swasta untuk mencegah para bangsawan melakukan pemberontakan besar-besaran. Sistem pemerintahan oleh Taejong adalah Sistem Monarki Absolut Terpusat. Semua keputusan yang disahkan oleh Dewan Negara hanya bisa terwujud dengan persetujuan raja demikian hal tersebut dapat membawa kekuasaan kerajaan ke tingkat baru. Ia menggalakkan Konfusianisme dan mengabaikan Buddhisme. Raja yang perkasa ini dikabarkan pernah terjatuh dari kuda dan menjadi sangat malu, sehingga memerintahkan para pencatat Sillok (catatan harian kerajaan) untuk tidak mencatat cerita itu, namun pencatat sillok tetap mencatatnya. 
Karya dan prestasi Taejong semasa pemerintahannya adalah: 
- Revisi undang-undang yang ada mengenai pajak kepemilikan tanah dan pencatatan subyek yang ada. Hal ini membuat pendapatan nasional meningkat dua kali lipat. 
- Pendirian Kantor Sinmun, untuk mendengar kasus-kasus di mana subyek yang dirugikan merasa bahwa mereka telah dieksploitasi atau diperlakukan secara tidak adil oleh para pejabat pemerintah atau oleh aristokrat
- Pendirian dan mendukung Uigeumbu, penjaga kerajaan dan polisi rahasia pada waktu yang sama. 
- Mempromosikan publikasi, perniagaan dan pendidikan. 
Peristiwa-peristiwa yang terjadi di zamannya adalah: 
- Penutupan kuil-kuil Budha yang didirikan oleh raja-raja Goryeo, dan penyitaan harta besar mereka lalu menambahkannya ke harta nasional. 
- Menganugerahi Jeong Mong-ju dengan gelar Anumerta Kanselir Kepala Negara yang setara dengan Perdana Menteri (meskipun ialah yang membunuh Jeong). 
- Penyerangan ke suku Jurchen di batas utara dan bajak laut Jepang di pantai selatan. 
- Invasi ke Pulau Tsushima pada tahun 1419. 
- Pengeksekusian ayah mertua putranya (bakal Raja Sejong), Shim On dan saudara laki-laki Shim oleh Taejong 
- Pembunuhan empat iparnya (saudara laki-laki Ratunya Won-gyeong), serta ipar putranya, Sejong, oleh Taejong. 
Pada tahun 1418, ia mengabdikasikan diri dan memberikan tahtanya kepada Sejong yang Agung namun tetap memerintah dibalik layar hingga kematiannya tahun 1422 di usia 52 tahun.
Drama yang menggambarkan Raja Taejong adalah Tears of the Dragon (1996), Raja Sejong yang Agung (2008, KBS), Tree With Deep Root, sedangkan film yang menggambarkan Raja Taejong dapat kita nonton melalui film I Am King yang dibintangi oleh aktor Jo Ji Hoon, Jo Ji Hoon memerankan calon Raja Sejong, putra Taejong. 

4. Raja Sejong Yang Agung 

Raja Sejong lahir pada 7 Mei 1397 dengan nama Yi Do, dan memerintah pada 1418-1450. 
Raja Sejong adalah penemu huruf Hangul. Hanya ada dua Raja yang memperoleh gelar Raja Agung yaitu Raja Gwanggaeto Yang Agung dari Goguryeo dan Raja Sejong Yang Agung. Saat berusia 12 tahun, ia bergelar Pangeran Besar Chungnyeong. Sejong dikenal sangat cerdas dalam berbagai bidang pelajaran sehingga lebih disayangi ayahandanya daripada kedua kakak lelakinya. Kakak-kakak Sejong yaitu Pangeran Yangnyeong dan Pangeran Hyoryeong berusaha menjadikan adiknya menjadi raja, jadi mereka berdua bersikap buruk di istana agar Raja tidak memilih mereka menjadi calon raja. Pangeran Yangnyeong keluar dari istana menjadi seorang pengelana dan tinggal di gunung. Sementara pangeran kedua memutuskan untuk menjadi seorang biksu di kuil di luar istana. Hal ini sangat ironis dengan keluarga Sejong mendatang, dimana putranya, Pangeran Suyang justru membantai saudara-saudaranya dan keponakannya dalam perebutan takhta dan menjadi Raja Sejo.

Pada bulan Agustus 1418, Raja Taejong turun tahta dan Sejong menggantikannya sebagai raja yang baru. Sejong adalah raja yang sangat bijaksana, Ia sangat berjasa terhadap pengembangan pertanian rakyat Joseon dengan mengizinkan para petani untuk membayar pajak lebih sedikit atau lebih banyak pada saat terjadinya kemunduran atau kemajuan ekonomi negara, karena hal ini, para petani dapat menghasilkan lebih banyak tanpa mengkhawatirkan pajak. Suatu saat pernah terjadi kelebihan makanan di istana dan Raja Sejong membagi-bagikan makanan itu kepada para petani dan rakyat miskin yang membutuhkan makanan. 
Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada jamannya adalah: 
- Ekspedisi Timur Gihae ke Tsushima untuk membasmi para perompak Jepang (Mei 1419). Sebanyak 700 perompak berhasil dibunuh, sementara 110 ditangkap dan 180 tentara Joseon tewas. Ada 140 orang Cina yang diculik berhasil dilepaskan.
- Daimyo Tsushima, Sadamori, menyatakan takluk kepada Joseon (September 1419). Perjanjian Gyehae disahkan tahun 1443, dimana Daimyo Tsushima mengakui kedaulatan Raja Joseon.
- Pada tahun 1433, Sejong mengirimkan Jenderal Kim Jong-seo, dalam invasi terhadap suku Jurchen. Invasi ini berhasil merebut beberapa benteng dan memperluas wilayah teritori, sekitar perbatasan Korea Utara dan Cina saat ini.
Adapun karya-karya dan prestasi Sejong selama pemerintahannya adalah: 
- Menciptakan huruf Hangul dan mengumumkannya dalam Hunminjeongeum (훈민정음), yang berarti "Kata-kata yang benar untuk diajarkan kepada rakyat."
- Membangun 4 buah benteng dan 6 buah pos di perbatasan utara untuk melindungi Joseon dari serangan suku barbar di Cina dan Manchuria.
- Pengembangan teknologi militer seperti meriam, senjata, panah dan roket yang menggunakan bahan bubuk mesiu.
- Membuat buku Nongsa Jikseol (buku mengenai pertanian ) pada tahun 1429 yang berisi pengajaran berbagai cara atau teknik bertani untuk berbagai daerah-daerah di negerinya.
- Penemuan desain jam air dan alat pengukur hujan pertama didunia pada tahun 1442 (oleh ilmuwan Jang Yeon-sil saat Raja Munjong masih menjadi Putra Mahkota dan menjadi penguasa de facto karena Sejong telah tua dan mulai sakit)
- Merombak sistem kalender Korea yang saat itu didasarkan pada garis lintang ibukota Cina dengan mengganti kalender yang didasarkan pada posisi utama garis lintang ibukota Joseon, Seoul, dengan bantuan para astronomisnya. Sistem baru ini membuat para astronomis dapat melakukan prediksi yang sangat tepat akan datangnya peristiwa gerhana matahari dan bulan.
- Sejong juga berjasa dalam bidang pengobatan tradisional Korea, dengan 2 karya penting yang ditulis pada masanya, yakni Hyangyak chipsŏngbang dan Ŭibang yuch'wi, yang membedakan cara pengobatan Cina dengan Korea.
- Mendirikan lembaga Jiphyeonjeon (Aula Orang Berjasa) pada tahun 1420 di Istana Gyeongbok untuk menunjuk para ilmuwan berbakat. Lembaga ini berpartisipasi dalam berbagai acara keilmuan dan pendidikan, termasuk penyusunan Hunmin Jeongeum, yang berisikan formula abjad hangeul.
- Menciptakan banyak karya sastra seperti: 
  -Yongbi Eocheon Ga ("Lagu dari Naga Terbang", 1445) 
  -Seokbo Sangjeol ("Episode dari Kehidupan Sang Buddha", Juli 1447) 
  -Worin Cheon-gang Jigok ("Nyanyian Bulan di Seribu Sungai", Juli 1447) 
  -Dongguk Jeong-un ("Kamus untuk Pengucapan Sino-Korea yang Benar", September 1447) 
Tokoh-tokoh terkenal yang hidup pada jamannya adalah: 
1. Jang Yeong-sil, seorang ilmuwan besar. Jang dikenal sebagai anak muda yang jenius walau memiliki status sosial rendah. Raja Sejong berencana memberikan Jang sebuah posisi di pemerintahan dan mendanai penelitiannya namun ditolak kalangan pejabat istana yang meragukan seseorang dari kelas bawah. 
2. Yi Sun-ji, pencipta Chiljeongsanoepyeon (buku almanak astronomi pertama Korea). Buku tersebut melukiskan pergerakan matahari dan bulan, fenomena gerhana matahari dan gerhana bulan, pergerakan dari 5 planet, dll. Selain itu, buku tersebut didasarkan pada tradisi ilmu astronomi Arab, sehingga hitungan satu tahun sama dengan 365 hari. Satu tahun dihitung sama dengan 365 hari, 5 jam, 48 menit, dan 45 detik, sehingga terasa sangat tepat sampai-sampai selisih data dari era ini hanya 1 detik saja. Melalui buku tersebut, standar ilmu astronomi Joseon mencapai standar paling tinggi bersama dengan astronomi Arab dan Cina pada waktu itu. Yi Sun-ji dinilai sebagai ahli astronomi yang membawa standar ilmu astronomi Korea ke taraf sedunia. Dia lancar menimba ilmu cara menghitung, dan setelah dia mengukur bagian tengah Semenanjung Korea yang berposisi pada garis 38 derajat lintang utara. Pada tahun 1459, Yi Sun-ji menerbitkan buku berjudul 'Gyosikchubobeop' yang menjelaskan cara menghitung gerhana matahari dan bulan dengan lebih mudah. Dia juga menerbitkan buku berjudul 'Cheonmunyucho' yang menangani berbagai fenomena meteorologi dan astronomi.

3. Kim Jong-seo, Jenderal termasyur yang menumpas para perompak Jepang dan mengalahkan suku Jurchen yang selalu mengganggu Joseon.

Sejong wafat pada usia 54 tahun dan dimakamkan di Makam Yeong pada tahun 1450.

Beberapa aktor yang memerankan raja Sejong

 Kehidupan Raja Sejong diangkat ke dalam layar drama sejarah yang diproduksi oleh KBS berjudul King Sejong the Great (Serial televisi) pada tahun 2008 dan dalam drama Tree With Deep Root (dibintangi oleh Song Joong-ki sebagai Raja Sejong muda dan Janghyuk), dalam film I Am A King dimana Raja Sejong diperankan oleh Joo Ji-hoon, dan dalam banyak drama dan film lainnya. 
5. Raja Munjong 
Beliau Lahir pada tahun 1414 dengan nama Yi Hyang, yang memimpin Joseon tahun 1450-1452. Ia adalah putra tertua Raja Sejong yang Agung
Prestasi Raja Munjong adalah menemukan tingkat ukuran air di tanah semasa beliau masih menjadi pangeran. Hampir seluruh dari prestasi Munjong dilakukan pada saat ia masih menjadi pangeran. 
Beliau meninggal karena wabah pada tahun 1450 di usia yang cukup muda, 38 tahun. 
Beberapa aktor yang memerankan raja Munjong
Drama The Princess's Man dan Queen Insoo sempat menceritakan masa-masa pemerintahan Raja Munjong. Raja Munjong juga adalah tokoh raja dalam film The Face Reader (2012) yang dibintangi oleh Song Kang-ho, Lee Jong-suk, dan Kim Tae-woo (sebagai Raja Munjong)


6. Raja Danjong 
Lahir pada tahun 1441 dengan nama Yi Hong-wi, dan bertahta pada tahun 1452–1455. Ia menggantikan ayahnya, Munjong, pada usia 12 tahun. Karena ia terlalu muda untuk memerintah, pemerintahan di kerajaan jatuh ke tangan perdana menteri, Hwangbo In, dan wakilnya, Jenderal Kim Jongseo. Danjong memerintah di era yang sarat konflik antar keluarga kerajaan dan termasuk era yang paling berdarah dalam sejarah Joseon. Pada tahun 1453, dia digulingkan oleh sebuah kudeta yang dipimpin oleh pamannya, Pangeran Besar Suyang (bakal Raja Sejo), yang membujuk sejumlah sarjana dan pejabat yang bekerja di istana Raja Sejong Yang Agung untuk mendukung tuntutannya atas tahta. 
Peristiwa yang terjadi pada jamannya adalah: 
- Pembunuhan Hwangbo In dan Kim Jongseo serta faksinya di bulan Oktober 1453, yang dibunuh di depan pintu gerbang Istana Gyeongbok
Tokoh-tokoh yang terkenal pada jamannya adalah: 
- Jendral Kim Jong-seo, seorang jendral senior sejak jaman Raja Sejong 
- Seong Sam-mun, sarjana dan pejabat senior sejak era Sejong yang berjasa dalam penyusunan Hunmin Jeongeum
Pada tahun 1455 Danjong dipaksa untuk mengabdikasikan dirinya dan dibuang kepengasingan, juga gelarnya di lucuti, dan kemudian dipanggil sebagai "Pangeran Nosan". Karena dianggap ia akan terus mendatangkan ancaman, Sejo kemudian menerima nasihat menteri istana untuk membinasakan Danjong. Danjong dibunuh di rumahnya pengasingan pada tahun 1457. Pembunuh bayaran yang dikirim Sejo mengunci kamar tidur Danjong dan membuat kamar tersebut menjadi sangat panas sehingga membakar Danjong sampai mati. Danjong wafat di usia 16 tahun. 
Di masa pemerintahan Raja Sukjong, para sarjana di istananya mengusulkan untuk mengembalikan gelarnya, dan pada tahun 1698, Pangeran Nosan yang diasingkan itu diberikan gelar anumerta "Danjong", dan kemudian disebut sebagai Raja Danjong. Pemulihan nama baik juga dilakukan kepada para pejabat Sayuksin.
Beberapa aktor yang memerankan raja Danjong
Kisah tentang Raja Munjong dan Raja Danjong jarang ditemui dalam serial drama atau film karena masa pemerintahan mereka yang sangat singkat namun anda dapat memperoleh sedikit gambaran tentang kedua raja ini dalam serial drama PRINCESS MAN yang dibintangi oleh Park Si Hoo. Drama Queen Insoo sempat menceritakan masa-masa pemerintahan Raja.

Raja Danjong juga sempat muncul dalam film The Face Reader (2012) yang dibintangi oleh Song Kang-ho, Lee Jong-suk, dan Kim Tae-woo. Semua drama yang menceritakan tentang Raja Danjong pastilah menggambarkan raja ini sebagai raja cilik yang bernasib tragis dan menyedihkan, oleh karena itu pemeran Raja Danjong harus lah seorang aktor cilik yang mampu berakting dengan sangat baik. Uniknya, pemeran raja Danjong dalam film The Face Reader dan drama Queen Insoo diperankan oleh orang yang sama, aktor muda Chae Sang-woo.

7. Raja Sejo 
Lahir pada tahun 1417 sebagai Yi Yu, putra kedua Raja Sejong yang Agung. Raja Sejo adalah gambaran Raja Taejong di era setelah Raja Sejong yang paling mirip. Tangan dan takhtanya dipenuhi oleh darah para saudaranya dan oposisinya. Ia hebat dalam memanah, menunggang kuda dan bela diri, juga merupakan seorang komandan militer yang cerdas, meskipun ia sendiri tak pernah berada di barisan terdepan pada saat berperang. Ia diangkat menjadi Pangeran Besar Suyang pada tahun 1428. Suyang mengelilingi dirinya sendiri dengan sekutu yang terpercaya, termasuk penasehatnya yang terkenal Han Myeong-hoe, yang menganjurkan Suyang untuk mengambil alih pemerintahan melalui kudeta. Pada tahun 1455, ia memaksa Raja Danjong yang masih belia dan tak berdaya untuk mengabdikasikan diri, dan kemudian mengambil alih tahta. Ia mengkukuhkan monarki dengan melemahkan kekuasaan perdana menteri dan mengangkat staf langsung di bawah kontrol raja. Ia juga menguatkan dan mengadopsi sistem administratif era Taejong yang memungkinkan pemerintah untuk menentukan jumlah populasi yang tepat dan efektif untuk memobilisasikan pasukan secara efektif. 
Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada jamannya adalah: 
- Kudeta terhadap Raja Danjong, Ia menurunkan gelar Danjong menjadi pangeran dan memerintahkannya untuk dibunuh.
- Pengasingan saudara kandungnya Pangeran Anpyong, yang kemudian dieksekusinya.
Pemicu dari kejadian ini adalah karena Pangeran Anpyong berusaha mengembalikan Raja Danjong ke takhtanya.
- Pembunuhan adik kandungnya, Pangeran Besar Geumsung oleh Sejo.
Sama seperti Pangeran Anpyong yang berusaha mengembalikan Raja Danjong ke takhtanya, Pangeran Geumsung juga berusaha melakukan hal sehingga dia ditangkap oleh Raja Sejo dan dieksekusi.

- Kematian pewaris Sejo, Putra Mahkota Uigyeong karena sakit.
Pangeran Dowon atau Putra Mahkota Uigyeong meninggal ditahun ketiga pemerintahan Sejo. Rakyat Joseon Joseon menganggap kematiannya sebagai kutukan pada keluarga Raja Sejo karena membunuh raja terdahulu dan juga membunuh saudara-saudara kandungnya. Putra Mahkota Uigyeong adalah salah satu dari Para Putra Mahkota Joseon yang tidak pernah naik takhta.
- Pembunuhan para sarjana dan para pejabat Sayuksin, yaitu pembantaian besar-besaran para pendukung raja pada tahun 1456, termasuk enam pejabat kerajaan (Seong Sam-mun, Park Jung-rim, Park Paeng-nyeon, Yu Eung-bu, Kwon Ja-shin, dan Yi Gae) yang berupaya untuk mengembalikan Danjong ke takhtanya. Tetapi, upaya itu tidak berhasil dan mereka semua yang terlibat dalam rencana tersebut mendapat hukuman mati atau ada yang melakukan bunuh diri. Keenam pejabat setia itu dikenal sebagai Sayuksin yang berarti enam pejabat martir.
- Invasi ke Jurchen di bagian depan utara pada tahun 1460 dan 1467. 
Walaupun memerintah secara otoriter, Sejo mencatat banyak prestasi, yaitu: 
- Revisi aturan-aturan dasar untuk meningkatkan perekonomian nasional. 
- Publikasi buku-buku sejarah, ekonomi, pertanian, dan agama. 
- Mengkompilasi kode besar untuk administrasi negara, yang menjadi landasan pemerintahan dinasti dan menyediakan bentuk pertama hukum konstitusional di dalam bentuk tertulis di Korea.

Raja Sejo merupakan tokoh yang karakter nyaris sama persis dengan Raja Taejong, mereka berdua sangat ambisius dan mampu menghabisi saudara-saudara kandung mereka dan mampu menurunkan raja yang sah, inilah mengapa sang pembaca wajah (Song Kang-ho) dalam film The Face Reader harus melihat lukisan potret raja Taejong untuk menemukan siapa saudara-saudara raja Munjong yang akan memberontak dan mampu membunuh saudara-saudaranya.

14 tahun setelah menjadi raja melalui kudeta, Raja Sejo kemudian jatuh sakit. Dia mulai diserang penyakit dan dihantui oleh rasa bersalah yang teramat dalam akibat pembantaian-pembantaian yang dilakukannya. Dia dihantui oleh kematian saudara-saudara kandungnya yang dibunuhnya, juga banyaknya rakyat dan sarjana yang ikut dibunuh, termasuk raja muda Danjong yang mengalami kematian yang mengenaskan. Raja Sejo lalu menjadi penganut Budha yang taat, kemudian dia juga bertobat dari kejahatan-kejahatan yang dilakukannya. Beberapa hari setelah membebaskan orang-orang yang ditahan dan dijadikan budak akibat konflik perebutan tahta dan kekuasaan dimasa lalu, Raja Sejo mendadak meninggal dunia. Ia wafat pada tahun 1468 diusia 51 tahun, dan tahta diwariskan kepada putranya yang lemah, Yejong.

17 tahun setelah kematian Sejo, penasehat-nya yang terkenal dan berperan penting dalam kudeta terhadap Raja Danjong, Han Myeong-hoe, dituduh terlibat dalam pembunuhan ibu kandung dari Yeonsan-gun, jasad dari Han Myeong-hoe digali kembali dari kuburnya dan kepalanya dipenggal. 

Beberapa aktor yang memerankan raja Sejo

Drama Queen Insoo menceritakan masa-masa pemerintahan Raja Sejo dan juga beberapa tokoh raja sebelum dan  sesudah Sejo. Drama Queen Insoo juga mengkisahkan tentang Putera Mahkota Uigyeong. Pangeran Uigyeong (Pangeran Dowon) adalah ayah dari Raja Seongjong dan kakek dari Raja Yeonsan-gun yang tiran.

Kisah tentang Raja Sejo dan pembantaian-pembantaian yang pernah dia lakukan dapat kita tonton dalam serial drama PRINCESS MAN. Raja Sejo juga diceritakan sebagai Pangeran Suyang dalam film The Face Reader (2012) yang dibintangi oleh Song Kang-ho, Lee Jong-suk, dan Kim Tae-woo. 

8. Raja Yejong 
Ia adalah putra kedua Raja Sejo yang lahir pada tahun 1450 dengan nama Yi Gwang. Ia menggantikan ayahnya, Raja Sejo pada tahun 1468. Nama resminya adalah Pangeran Haeyang. Ia diangkat sebagai putra mahkota ketika ia berusia 8 tahun, setelah kakaknya, Putra Mahkota Uigyeong, meninggal mendadak. Pada tahun 1468, ketika ia berusia 19 tahun, ayahnya Sejo menyerahkan tahta kepadanya, namun karena ia masih belum berusia 20 tahun dan lemah fisiknya semenjak ia kecil, Ratu Jeonghee, yang merupakan ibu Yejong, memerintah negara sebagai walinya. Menurut catatan di era ini, keputusan politik diambil oleh Ratu dengan tiga subyek yang dipilih oleh Raja Sejo. 
Meskipun masa pemerintahannya hanya 14 bulan, beberapa insiden telah terjadi. Peristiwa-peristiwa terkenal pada masa pemerintahannya adalah: 
- Sidang dan kematian Jenderal Nam-I pada tahun 1468. Penghianatan Nam I sungguh memengaruhi politik Joseon. Nam-I terkenal telah meredakan pemberontakan Yi Si-ae bersama dengan Jenderal Gang-Sun dan lainnya namun seorang menteri yang bernama Yu Ja-gwang yang iri dengan Nam-I menuduhnya telah berkhianat. Yu dan Menteri Gang Sun memulai sebuah sidang yang disaksikan oleh raja sendiri. Jendral Nam-I ditetapkan bersalah dan dieksekusi. 
- Pelarangan segala perdagangan dengan Jepang pada tahun 1469, sebagai akibat dari kasus Jendral Nam-I. 
Namun masa pemerintahan Raja Yejong yang singkat memiliki prestasi yaitu ia menjamin hak para petani biasa untuk mengkultivasi tanah yang aslinya milik militer. 
Ia wafat di-usia 20 tahun. Makamnya berlokasi di Goyang, Gyeonggido, Korea Selatan dengan beberapa makam raja-raja dan ratu-ratu yang lainnya. Setelah kematiannya, takhta tidak diwariskan kepada putra Yejong, melainkan kepada putra kakak-nya, Putra Mahkota Uigyeong.

Dia sempat diceritakan dalam drama Princess's Man dan Queen Insoo.
9. Raja Seongjong 
Raja Seongjong dalam lukisan resmi kerajaan

Beliau lahir pada tahun 1457 dengan nama Yi Hyeol dan merupakan raja kesembilan Dinasti Joseon. Ia menggantikan Raja Yejong pada tahun 1469 diusia 13 tahun dan memerintah sampai tahun 1494. Ia adalah cucu Raja Sejo dan keponakan dari Raja Yejong , dan putra dari Putra Mahkota Uigyeong. Ratu Jeonghui, neneknya, memerintah negara sebagai walinya, bersama dengan ibu raja, Ratu Inseo (yang suaminya sebenarnya tidak pernah menjadi raja) karena ia masih terlalu muda untuk memerintah. Pada tahun 1476, di usianya yang ke-20 tahun, ia mulai memerintah atas namanya sendiri. Pemerintahannya ditandai oleh kemakmuran dan perkembangan ekonomi nasional, dengan menerapkan undang-undang era Raja Taejong, Sejong, dan Sejo. Ia adalah seorang seniman dan sarjana, dan suka berdebat tentang politik, dimana pengetahuannya lebih baik dari para sarjana liberal. Ia mendukung para sarjana untuk mempublikasikan sejumlah buku tentang geografi dan etiket sosial, misalnya, serta bidang-bidang pengetahuan yang bermanfaat bagi masyarakat. 
Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masanya adalah: 
- Kampanye militer melawan Jurchen di perbatasan utara pada tahun 1491 yang dipimpin oleh Jenderal Heo Jong, dan berhasil mengalahkan Jurchen yang dipimpin oleh Udige (yang mundur ke arah utara Amrokgang).
- Kematian Ratu Gonghye (permaisuri raja)
- Pengangkatan Lady Yoon sebagai ratu baru pada tahun 1476 dengan gelar Ratu Jeheon, ia adalah ibu dari Yeonsan-gun.
- Salah satu selir Raja diracun oleh Ratu Jeheon pada tahun 1477.
Hanya ada satu noda dari Raja Seongjong yaitu Lady Yoon yang biasanya dikenal sebagai Ratu Jeheon. Dia adalah ratu yang temperamental dan suka mencemburui para selir raja yang lain.
- Pada tahun 1479, Ratu Jeheon diasingkan atas perintah ibunda raja, Rati Inso, karena ulah Ratu Jeheon yang berusaha menyerang raja hingga menyebabkan raja terluka.
- Ratu Jeheon di eksekusi.
Beberapa usaha dilakukan untuk mengembalikan Ratu yang diasingkan kembali ke posisinya di istana, sehingga pejabat pemerintah mengeluarkan petisi agar ia dieksekusi dengan minum racun. Peristiwa ini merupakan sumber bencana bagi rakyat Joseon selama 12 tahun pada masa pemerintahan putra Lady Yoon, Raja Yeonsan-gun, yang tiran. 
Prestasi-prestasi pada jamannya adalah: 
- Penyelesaian dan pemberlakuan Kode Hukum (tahun 1474), yang pertama kali diperintahkan oleh Raja Sejo. Seongjong juga memerintahkan revisi dan peningkatan atas kode tersebut.
- Mengembangkan secara besar Hongmungwan , perpustakaan kerajaan dan dewan penasehat raja secara bersamaan, dan menguatkan yang dinamakan Tiga Kantor (Hongmungwan, Kantor Inspektur Umum, Kantor Sensor) sebagai pemeriksaan dan pengimbangan di istana kerajaan.
- Untuk yang pertama kalinya sejak Raja Sejong, ia membawa banyak sarjana liberal Konfusianisme ke istananya, yang pandangan politiknya menentang para pejabat yang konservatif yang membantu Raja Sejo berkuasa sehingga membuat pemerintahannya lebih efektif dengan menunjuk administratif yang handal tanpa memperdulikan pandangan politik mereka. Ia mendukung para sarjana untuk mempublikasikan sejumlah buku tentang geografi dan etiket sosial, misalnya, serta bidang-bidang pengetahuan yang bermanfaat bagi masyarakat. 
Raja Seongjong wafat pada tahun 1494 diusia yang relatif muda, 37 tahun. 
Ia diceritakan di dalam drama The King and I (2008) dan Dae Jang Geum, juga sempat muncul dalam drama Queen Insoo




Macam Macam Kebudayaan Yang Ada Di Indonesia

Budaya Indonesia adalah  seluruh kebudayaan  nasional,kebudayaan lokal, maupun kebudayaan asing yang telah  ada di Indonesia  sebelum  Indonesia merdeka pada tahun 1945.

A. Kebudayaan Nasional
       definisi kebudayaan nasional menurut TAP MPR No.11 tahun 1998 yakni :

"Kebudayaan nasional  yang berdasarkan pancasila adalah  perwujudan cipta,karya dan karsa  bangsa  Indonesia  dan merupakan keseluruhan daya upaya  manusia  Indonesia untuk mengembangkan harkat dan martabat  bangsa, serta diarahkan untuk memberikan wawasan dan makna pada  pembangunan nasional dalam segenap  kehidupan bangsa. Dengan demikian pembangunan nasional merupakan pembangunan yang berbudaya."

Disebut juga pada pasal selanjutnya  bahwa kebudayaan nasional juga mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa. tampaklah bahwa  kebudayaan nasional  yang dirumuskan oleh pemerintah  berorientasi pada pembangunan nasional  yang di landasi oleh  semangat pancasila.

B. Kebudayaan Lokal
       Budaya local sering  disebut juga sebagai  kebudayaan daerah. Menurut Parsudi Suparlan ada 3 macam kebudayaan dalam Indonesia yang majemuk, yaitu :


  • Kebudayaan nasional  Indonesia yang berlandasan Pancasila dan UUD 1945.
  • Kebudayaan suku bangsa, terwujud pada kebudayaan suku bangsa dan menjadi unsur pendukung bagi  lestarinya  kebudayaan suku bangsa tersebut.
  • Kebudayaan umum likal yang berfungsi dalam pergaulan umum (ekonomi, politik, social, dan emosional) yang berlaku dalam local-local di daerah.  


KEBUDAYAAN JAWA
Propinsi Jawa Tengah terletak di Pulau Jawa dan beribukota di Semarang. Terbagi menjadi 35 kabupaten dan kota. Jawa Tengah memiliki adat istiadat dan budaya yang unik. Jawa Tengah dikenal sebagai “jantung” budaya Jawa.

Rumah adat di Indonesia bermacam-macam bentuknya dan mempunyai nilai seni masing-masing. Karena rumah merupakan suatu yang sangat penting, selain sebagai tempat tinggal rumah berfungsi untuk melindungi dari tantangan alam dan lingkungannya. Kita juga dapat melakukan aktivitas penting didalamnya, tidak hanya diluar rumah saja.
Coba kita lihat salah satu dari rumah adat yang ada di Indonesia, yaitu rumah adat Jawa. Rumah Jawa ldbih dari sekedar tempat tinggal. Masyarakat Jawa lebih mengutamakan moral kemasyarakatan dan kebutuhan dalam mengatur warga semakin menyatu dalam satu kesatuan.
Contohnya saja kita lihat rumah adat dari Provinsi Jawa Tengah yaitu rumah joglo. Joglo merupakan rumah adat Jawa Tengah yang terbuat dari kayu. Rumah bentuk ini mempunyai nilai seni yg cukup tinggi dan hanya dimiliki orang yang mampu. Pada masa lampau masyarakat jawa yang mempunyai rumah joglo hanya kaum bangsawan seperti sang pangeran dan kaum orang yang terpandang, karena rumah ini butuh bahan bngunan yang lebih banyak dan mahal dari pada rumah bentuk lain. Di zaman yang semakin maju ini rumah joglo digunakan oleh segenap lapisan masyarakat dan juga untuk berbagai fungsi lain, seperti gedung pertemuan dan kantor-kantor.
Pada dasarnya, rumah bentuk joglo berdenah bujur sangkar. Pada mulanya bentuk ini mempunyai empat pokok tiang di tengah yang di sebut saka guru, dan digunakan blandar bersusun yang di sebut tumpangsari. Blandar tumpangsari ini bersusun ke atas, makin ke atas makin melebar. Jadi awalnya hanya berupa bagian tengah dari rumah bentuk joglo zaman sekarang. Perkembangan selanjutnya, diberikan tambahan-tambahan pada bagian-bagian samping, sehingga tiang di tambah menurut kebutuhan. Selain itu bentuk denah juga mengalami perubahan menurut penambahannya. Perubahan-perubahan tadi ada yang hanya bersifat sekedar tambahan biasa, tetapi ada juga yang bersifat perubahan konstruksi.
Sirkulasi keluar masuknya udara pada rumah joglo sangat baik karena penghawaan pada rumah joglo ini dirancang dengan menyesuaikan dengan lingkungan sekitar. rumah joglo, yang biasanya mempunyai bentuk atap yang bertingkat-tingkat, semakin ke tengah, jarak antara lantai dengan atap yang semakin tinggi dirancang bukan tanpa maksud, tetapi tiap-tiap ketinggian atap tersebut menjadi suatu hubungan tahap-tahap dalam pergerakan manusia menuju ke rumah joglo dengan udara yang dirasakan oleh manusia itu sendiri.
Ciri khas atap joglo, dapat dilihat dari bentuk atapnya yang merupakan perpaduan antara dua buah bidang atap segi tiga dengan dua buah bidang atap trapesium, yang masing-masing mempunyai sudut kemiringan yang berbeda dan tidak sama besar. Atap joglo selalu terletak di tengah-tengah dan selalu lebih tinggi serta diapit oleh atap serambi. Bentuk gabungan antara atap ini ada dua macam, yaitu: Atap Joglo Lambang Sari dan Atap Joglo Lambang Gantung. Atap Joglo Lambang Sari mempunyai ciri dimana gabungan atap Joglo dengan atap Serambi disambung secara menerus, sementara atap Lambang Gantung terdapat lubang angin dan cahaya.
Rumah adat joglo yang merupakan rumah peninggalan adat kuno dengan karya seninya yang bermutu memiliki nilai arsitektur tinggi sebagai wujud dan kebudayaan daerah yang sekaligus merupakan salah satu wujud seni bangunan atau gaya seni,bahan bangunanya pun terdiri dari bahan-bahan yang berkualitas dan cukup mahal harganya, bangunanya pun sangat kokoh dengan pondasi yang sangat kuat oleh karena itu rumah ini sangat istimewa bagi adat jawa dan sangat dijaga kelestariannya sampai saat ini. Oleh karena itu rumah joglo adalah salah satu rumah yang berpengaruh bagi kelestarian adat daerah yang ada di Indonesia meskipun adat-adat daerah lain banyak juga yang mempunyai rumah adat yang mempunyai seni tersendiri.
Gambar diatas diambil saat saya dan kelompok melakukan observasi secara langsung di Taman Mini Indonesia Indah.
Tari Gambyong (Provinsi Jawa Tengah)

Gambyong merupakan tarian khas Jawa Tengah yang biasanya ditampilkan untuk menyambut tamu.
Tarian ini merupakan sejenis tarian pergaulan di masyarakat. Ciri khas pertunjukan Tari Gambyong, sebelum dimulai selalu dibuka dengan gendhing Pangkur. Tariannya terlihat indah dan elok apabila si penari mampu menyelaraskan gerak dengan irama kendang. Sebab, kendang itu biasa disebut otot tarian dan pemandu gendhing.
Pada zaman Surakarta, instrumen pengiring tarian jalanan dilengkapi dengan bonang dan gong. Gamelan yang dipakai biasanya meliputi gender, penerus gender, kendang, kenong, kempul, dan gong. Semua instrumen itu dibawa ke mana-mana dengan cara dipikul.
Umum dikenal di kalangan penabuh instrumen Tari Gambyong, memainkan kendang bukanlah sesuatu yang mudah dan harus mempunyai jiwa seni yang tinggi yang dapat mengikuti irama sampai kedalam perasaan pengendang tersebut. Pengendang harus mampu jumbuh dengan keluwesan tarian serta mampu berpadu dengan irama gendhing. Maka tak heran, sering terjadi seorang penari Gambyong tidak bisa dipisahkan dengan pengendang yang selalu mengiringinya. Begitu juga sebaliknya, seorang pengendang yang telah tahu lagak-lagu si penari Gambyong akan mudah melakukan harmonisasi.
Batik-Tulis Pekalongan (Provinsi Jawa Tengah)
Pakaian adat Jawa Tengah adalah Batik.Kita akan mudah menemukan batik di Propinsi ini karena dua diantara wilayahnya merupakan sentra penghasil batik.Solo dan Pekalongan adalah daerah penghasil batik yang telah memberikan kontribusi positif untuk melestarikan budaya bangsa.
Batik adalah suatu hasil karya yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Di berbagai wilayah Indonesia banyak ditemui daerah-daerah perajin batik. Setiap daerah pembatikan mempunyai keunikan dan kekhasan tersendiri, baik dalam ragam hias maupun tata warnanya oleh karena itu kita harus menjaga kelestarianya. Dan salah satu daerah itu adalah Kabupaten Pekalongan. Batik di Pekalongan dapat dikategorikan sebagai batik pesisir yang mempunyai ciri khas pada motif kain hiasnya yang bersifat naturalis dan kaya warna. Ciri khas inilah yang memberikan identitas tersendiri bagi batik-tulis Pekalongan yang berbeda dengan batik lainnya, seperti batik-tulis Yogya atau Solo.
Lagu Daerah (Provinsi Jawa Tengah)
Lir Ilir – Provinsi Jawa Tengah
Lir ilir lir ilir tandure wong sumilir
Tak ijo royo royo
Tak sengguh panganten anyar
Cah angon cah angon penekna blimbing kuwi
Lunyu lunyu penekna kanggo mbasuh dodotira
Dodotira dodotira kumintir bedah ing pinggir
Dondomana jrumatana kanggo seba mengko sore
Mumpung padang rembulane
Mumpung jembar kalangane
Sun suraka surak hiyo
Lir Ilir adalah lagu daerah Jawa Tengah, nada dasar naturel (C), birama 2/4 dengan tempo alegretto. Lagu ini menggunakan bahasa Jawa dan sering dinyanyikan dengan iringan musik gamelan.
Lir ilir, judul dari tembang di atas. Bukan sekedar tembang dolanan biasa, tapi tembang di atas mengandung makna yang sangat mendalam. Tembang karya Kanjeng Sunan ini memberikan hakikat kehidupan dalam bentuk syair yang indah.
Makanan Khas Semarang (Provinsi Jawa Tengah)
Bandeng presto adalah makanan khas Indonesia yang berasal dari daerah Semarang, Jawa Tengah. Makanan ini dibuat dari ikan bandeng yang dibumbui dengan bawang putih, kunyit dan garam. Ikan bandeng ini kemudian dimasak pada alas daun pisang dengan cara presto. Presto adalah cara memasak dengan uap air yang bertekanan tinggi. Karena ikan bandeng terkenal memiliki banyak duri, bandeng presto adalah makanan yang digemari karena dengan cara masak presto duri-duri ini menjadi sangat lunak. Sehingga dapat dinikmati dengan lebih mudah.
..Pesan yang saya sampaikan..
“Kita harus bangga sebagai warga Negara Indonesia yang kaya akan beraneka ragam budaya yang dimiliki dari setiap propinsi, yang didalamnya mencakup: adat istiadat, kesenian, makanan, wisata, peninggalan-peninggalan bersejarah, dll. Kita sebagai generasi muda yang bertanggung jawab atas kelestarianya harus menjaga agar kebudayaan tidak terancam punah dan tidak dicuri oleh negara lain”.

jawa tengah
jawa tengah
jawa tengah adalah propinsi dimana budaya jawa banyak berkembag disini karena di jawa tengah dahulu banyak kerajaan berdiri disini itu terlihat dari berbagai peninggalan candi di jawa tengah.
mahakarya yang sungguh mempesona adalah batik di jawa tengah setiap daerah mempunya corak batik tulis yang berbeda beda mereka mempunyai ciri khas sendiri sendiri selain batik ada juga kesenian yang tak kalah luar biasanaya ada wayang kulit yang sudah dia kaui dunia sebagai warisan budaya dunia oleh unesco ada juga tembang tembang (lagu lagu ) jawa yang diiringi oleh gamelan (alat musik) yang juga dikenal dengan campursariada juga ketoprak yang merupakan pertunjukan seni peran khas dari jawa
di jawa tengah juga masih ada kerjaan yang samapai sekarang masih berdiri tepatnya dikota solo yang dikenal dengan kasunanan solo
budaya jawa tengah sungguh banyak mulai dari wayang ,wayang orang, ketoprak,tari dan masih banyak lagi berikut beberapa foto terkait budaya jawa tengah :
kraton_solo_centraljava-surakarta
kraton_solo_centraljava-surakarta
batik
batik
ketoprak
ketoprak
pagelaran wayang kulit
pagelaran wayang kulit
tari srikandi/ tari panah
tari srikandi/ tari panah
ph_gamelan
pertujukan wayang orang
pertujukan wayang orang
sinden
sinden
tayub
tayub
Batik
Batik
adat jawa
adat jawa
keris


Kebudayaan  SUMATERA UTARA
Provinsi Sumatera Utara terletak pada 1° - 4° Lintang Utara dan 98° - 100° Bujur Timur, Luas daratan Provinsi Sumatera Utara 71.680 km².
Sumatra Utara pada dasarnya dapat dibagi atas:
       Pesisir Timur
       Pegunungan Bukit Barisan
       Pesisir Barat
       Kepulauan Nias
Pesisir timur merupakan wilayah di dalam provinsi yang paling pesat perkembangannya karena persyaratan infrastruktur yang relatif lebih lengkap daripada wilayah lainnya. Wilayah pesisir timur juga merupakan wilayah yang relatif padat konsentrasi penduduknya dibandingkan wilayah lainnya. Pada masa kolonial Hindia-Belanda, wilayah ini termasuk residentie Sumatra's Oostkust bersama provinsi Riau.
Di wilayah tengah provinsi berjajar Pegunungan Bukit Barisan. Di pegunungan ini terdapat beberapa wilayah yang menjadi kantong-kantong konsentrasi penduduk. Daerah di sekitar Danau Toba dan Pulau Samosir, merupakan daerah padat penduduk yang menggantungkan hidupnya kepada danau ini.
Pesisir barat merupakan wilayah yang cukup sempit, dengan komposisi penduduk yang terdiri dari masyarakat Batak, Minangkabau, dan Aceh. Namun secara kultur dan etnolinguistik, wilayah ini masuk ke dalam budaya dan Bahasa Minangkabau.
Pada dasarnya, bahasa yang dipergunakan secara luas adalah Bahasa Indonesia. Suku Melayu Deli mayoritas menuturkan Bahasa Indonesia karena kedekatannya dengan Bahasa Melayu yang menjadi bahasa ibu masyarakat Deli. Pesisir timur seperi wilayah Serdang Bedagai, Pangkalan Dodek, Batubara, Asahan, dan Tanjung Balai, memakai Bahasa Melayu dialek "o" begitu juga di Labuhan Batu dengan sedikit perbedaan ragam. Di Kabupaten Langkat masih menggunakan bahasa Melayu dialek "e" yang sering juga disebut bahasa Maya-maya. Mayarakat Jawa di daerah perkebunan, menuturkan Bahasa Jawa sebagai pengantar sehari-hari.
Di kawasan perkotaan, orang Tionghoa lazim menuturkan Bahasa Hokkian selain bahasa Indonesia. Di pegunungan, masyarakat Batak menuturkan Bahasa Batak yang terbagi atas empat logat (Silindung-Samosir-Humbang-Toba). Bahasa Nias dituturkan di Kepulauan Nias oleh suku Nias. Sedangkan orang-orang di pesisir barat, seperti Kota Sibolga, Kabupaten Tapanuli Tengah, dan Mandailing Natal menggunakan Bahasa Minangkabau.
Sumatera  Utara yang kaya dengan budaya adat istiadat dan keindahan alamnya.
Sumatera Utara kaya dengan berbagai adat budaya atau etnis yang beragam antara lain : Etnis Melayu, Batak Toba, Batak Karo, Batak Angkola, Batak Pakpak Dairi, Batak Simalungun, Nias, Etnis Sibolga Pesisir, dan etnis pendatang.
Semua etnis memiliki nilai budaya masing-masing, mulai dari adat istiadat, tari daerah, jenis makanan, budaya dan pakaian adat juga memiliki bahasa daerah masing-masing. Keragaman budaya ini sangat mendukung dalam pasar pariwisata di Sumatera Utara. Walaupun begitu banyak etnis budaya di Sumatera Utara tidak membuat perbedaan antar etnis dalam bermasyarakat karena tiap etnis dapat berbaur satu sama lain dengan memupuk kebersamaan yang baik. kalau di lihat dari berbagai daerah bahwa hanya Sumatera Utara yang memiliki penduduk dengan berbagai etnis yang berbeda dan ini tentunya sangat memiliki nilai positif terhadap daerah sumatera utara.
Kekayaan budaya yang dimiliki berbagai etnis yaitu :
Batak Toba dengan Tarian Tortor, Wisata danau toba, wisata megalitik (kubur batu), legenda (cerita rakyat), adat budaya yang bernilai tinggi dan kuliner. 

Batak Karo yang terkenal dengan daerah Berastagi dengan alam yang sejuk dan indah, penghasil buah-buahan dan sayur-sayuran yang sudah menembus pasar global dan juga memiliki adat budaya yang masih tradisional. 

Etnis Melayu yang terkenal dengan berbagai peninggalan sejarah seperti Istana Maimoon, tari derah dan peninggalan rumah melayu juga masjid yang memiliki nilai sejarah yang tinggi. 

Batak Angkola yang terkenal dengan kultur budaya yang beragam, mulai dari tari daerah adat istiadat dan merupakan penghasil salak (salak sidempuan) yang juga sudah dapat menembus pasar global.

Batak Pakpak Dairi yang dikenal dengan peninggalan sejarah megalitik berupa mejan dan patung ulubalang dan tentunya juga memiliki adat istiadat dan tari daerah juga alat musik yang khusus.
Etnis Simalungun memiliki peninggalan sejarah berupa Rumah Bolon atau yang dikenal dengan Museum Lingga/Rumah Bolon yang pada tempat itu masih terdapat berbagai peninggalan sejarah dan etnis Simalungun juga memiliki adat istiadat dan budaya yang tersendiri. 
Etnis Nias memiliki daerah yang kaya dengan wisata alam yang sangat menakjubkan yang telah memiliki nilai jual hingga ke mancanegara, daerah ini juga memiliki kekayaan situs megalitik dan daerah ini masih tergolong daerah yang orisinal yang belum terlindas dengan kemajuan zaman karena didaerah ini masih banyak peninggalan megalitik seperti kampung batu, nilai budaya yang tradisional dan banyak lagi yang sangat bernilai tinggi, dan menurut cerita masyarakat setempat, daerah tersebut sudah direncanakan untuk dijadikan salah satu zona situs megalitik yang dilindungi dunia. 
Etnis Sibolga Pesisir ini juga memiliki berbagai budaya dan adat istiadat yang khusus yang juga memiliki nilai sejarah yang sangat berharga.
Dari semua etnis tersebut maka dapatlah dikatakan bahwa Sumatera Utara memiliki kekayaan budaya dan etnis juga sejarah yang patut untuk diperhitungkan dan dijaga kelestariannya demi mengangkat martabat bangsa Indonesia di bidang Kebudayaan dan Pariwisata.
Budaya Sumatera Utara - Seni Kebudayaan Tradisional Propinsi Daerah Sumut. Sumatra Utara memiliki khasanah kekayaan budaya yang beraneka ragam. Kebudayaan daerah Sumsel tersebut meliputi adat istiadat, seni tradisional, dan bahasa daerah.
Di Propinsi Sumatera Utara terdapat beberapa suku yang mendiami propinsi tersebutdiantaranya adalah suku Melayu, suku Nias, suku Batak Toba, suku Pakpak, Karo, Simalungun, Tapanuli Tengah, suku Tapanuli Selatan yang terdiri dari suku Sipirok, suku Angkola, Padang Bolak, serta Mandailing, Namun ada juga pendatang seperti suku Minang, Jawa serta Aceh. Pendatang ini membawa kebudayaan serta adat-istiadatnya masing-masing.
Seni Budaya Sumatera Utara
Musik daerah Sumatera Utara
Sama seperti budaya daerah lainnya yang ada di Indonesia Sumatera Utara juga memilki musik yang khas daerah Sumse. Musik yang biasa dimainkan di Sumatra Utara ini tergantung dengan upacara-upacara adat yang diadakan di Sumut. Yang menjadi ciri khas adalah terdapat alunan musik genderang. Seperti misalnya pada Etnis Pesisir yang memiliki serangkaian alat musik yang sebut dengan Sikambang.
Tarian Budaya Sumatera Utara
Memiliki beraneka ragam seni tari tradisional yang terbagi beberapa macam. Ada yang bernuansa magis yang berupa tarian sakral namun ada juga yang sifatnya untuk hiburan saja yang berupa tari profan. Jenis tari adat Sumut merupakan bagian dari upacara adat, sedangkan tari sakralnya biasanya ditarikan oleh dayu-datu.
Beberapa tarian yang berasal dari Sumatera Utara adalah tari Tortor, morah-morah, parakut, sipajok, patam-patam sering dan kebangkiung, tortor nasiaran, tortor tunggal panaluan.